Minggu, 21 Februari 2010

mengenang 12 tahun lalu, saat sang pahlawan pulang


sejumlah penat benar - benar hadir hari ini, lha ini kan week end sist? ya, mau bagaimana lagi, bayangan rancangan pabrik masih setia hadirkan potongan tanya, kapan pulang, kapan pulang, kapan pulang? :D

hari ini tepat 12 tahun kepergian seorang pemimpin keluarga, tepat 12 tahun lahir para yatim disebuah rumah dikota kelahiran saya : kota langsa, dengan bungsu yang kala itu masih berseragam putih merah. sibungsu yang mencoba menjadi sosok paling tegar, bahkan saat gedoran pintu dikisaran pukul 3 dini hari, hanya beberapa tetes air mata yang terjuntai, ya, hanya beberapa saja.

entahlah sudah berapa lama airmata itu sisip ditabungan kelopak, hingga hari ini ternyata sebuah kesadaran lahir, beberapa tetes lama itu hanya kepuraan, : sembunyikan duka lalu pancarkan tegar, agar tak perlu pula seluruh kerabat usap air mata sibungsu. cukuplah duka sama kita rasa.

mozaik senja dan petang selalu menjadi milik berdua bersama sang ayah. kota langsa yang seberapa lebar terjelajahi bersama, kerap dengan sepeda ataupun sepeda motor. namun lebih dominan sepeda yang dikayuh perlahan oleh sang ayah demi menjaga agar anaknya tidak celaka.

ruko demi ruko dijelajahi, pajak pisang dideretan Ampera menjadi salah satu lokasi ramah, lalu beberapa ruko ditoko depan, jejeran toko buku dan mainan. sesekali sibungsu merengek minta dibelikan mainan, ya, meski hanya sejumlah hitungan jari. tak masalah tak ada buah tangan apa - apa, asalkan senja bisa tercipta dalam senyum bahagia.

ya, asal bahagia sibungsu tak dicegat kakak lainnya, tak ingin fotokopi sang ayah ini kehilangan kebersamaan bersama sang raja, sang pahlawan.

beberapa hitungan angka bulan, sang ayah mengunjungi sekolah mengajak keliling lagi dengan sepeda, menuju dokter gigi, tak lelah dirasa, padahal jarak terlampau jauh, tapi tak soal apapun baginya, demi sibungsu.

saat vespa masih menjadi harta titipan, saban minggu kuala langsa menjadi tujuan, tak lupa sekalipun, meski lelah oleh oleh lembur sekalipun. dan mata sibungsu semakin terpana dengan bakau yang memukau, hijau disepanjang jalan , bayangan pinus atau cemara yang sulit dibedakan sibungsu hadirkan juntaian melodi kecil, tebas angin yang menampar muka, dan jalan kian riang tecipta.

dan 12 tahun yang lalu sepetak tanah dikawasan blang paseh, kuburan keluarga yang berada tepat dibawah jembatan kecil, berdampingan dengan gudang barang yang acap digunakan untuk lahan qurban pada idul qurban, menerima penghuni baru dengan senang hati, tak riuh, tak usil. dan sibungsu yang ditarik sang paman akhirnya menyaksikan sendiri dengan mata kepala bagaimana sang pahlawan pulang kembali kepada Sang Pemilik. yah, kita sama dititipkan satu sama lain.

satu sesal yang masih hantui sibungsu, tak ada kecupan dikening sore sebelum jengukan terakhir dirumah sakit kota langsa, saat rekan sekamar inap, mengganggu sibungsu dengan ledekan kecil yang tak bermakna apa -apa, sayang sibungsu terlalau pemalu, hingga semua hanya terbungkus dalam kenangan, kecupan terakhir hadir saat jasad sang pahawan terbungkus kafan..

pelayat banjiri rumah sederhana berhalaman kecil di kp. meutia kala itu, pun saat tahlilan semua sama banjiri halaman, tak hanya rombongan warga kp.meutia, beberapa rombongan jauh, dari sigli, simpang tiga, sampai beberapa dari desa yang sibungsu tak hapal namanya.

juga para rekan SD muhammadiyah yang berhambur menuju mesjid saat menangkap bayangan sibungsu disana kala jenazah dishalatkan. berpetak - petak kekuatan disodorkan, yah, sibungsu mampu sembunyikan duka, hanya beberapa tetes saja meluncur.

dan kini, sibungsu mungkin tak sehebat sang ayah yang kian hari kian lapang kuburnya, kian memanjang hingga hadirkan takjub sahabat karib, pun sibungsu juga begitu.


lalu hantaman hadir satu demi satu, semua pengikut lenyap , hilang entah kerimba mana, dan sisalah para yatim yang tak jelas arah, hanya berbekal beberapa petuah agar tetap sabar dipasang. meski lahan dijajah, dan dikirimi sampah, namun sabar hadirkan sang penegak, muncul satu satu dari samudra yang tak bisa diberi nama, lalu kicaunya lenyapkan semua pengganggu.


duhai ayah, maafkan anakmu

tak mampu sering ziarahi kuburmu

hanya do'a terlantun dari jauh posisi

terlantun berikat pilu


tegar..tegar.tegar..jagan hadirkan tangis saat kepergian hadir didepan mata, yah, itu pesan terakhirmu untuk beberapa kepala penghuni rumah sederhana dikampung meutia itu, rumah yang selalu hadirkan rindu, rindu bersuamu

dan ternyata tegar yang kupasang 12 tahun lalu, palsu, gugur semua setelah 12 tahu, tak hanya bulir, namun liter terhitung bening hadir.

21 februari 2010, Banda Aceh

berharap lekas sapa langsa, ketuk pintu kp.meutia dan gegas pula lewati pagar kawat kuburan keluarga



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar